Hilangnya satu Sistem Pemilahan dan Pengelolaan Sampah Organik

Oleh :
Masyarakat biasa yang mau Lingkungan jadi baik
Perjalanan masyarakat yang selama ini ketika dibicarakan masalah sampah selalu menghindar dan seolah tidak mau peduli karena merasa sudah ada petugas kebersihan dan merasa membayar uang sampah merupakan suatu hal yang menjadi cerita biasa di mana mana.
Mungkin upaya pemerintah bersama masyarakat selama kurun waktu yang tidak sedikit melakukan sosialisasi, bimtek, pelatihan pelatihan bahkan studi banding tidak sedikit mengeluarkan anggarannya untuk upaya agar masyarakat mau memilah sampahnya.
Namun ketika masyarakat yang selalu diberikan sosialisasi dan contoh baik dalam pemilahan dan Pengelolaan sampah dan sudah bisa membentuk sistem yang tentunya tidak sebentar prosesnya, dengan mau memilah sampah di sumber kini tercederai oleh kepentingan yang tidak dilihat terlebih dahulu dampaknya.
Bicara sampah jauh sebelumnya sudah ada orang orang yang dianggap membuang waktu bahkan dibilang seperti tidak ada pekerjaan lain dengan memilah dan mengelola sampah.
Singkat perjalanan dalam perkembangan pemilahan sampah di masyarakat ketika 31 Januari 2018 ada ingub mengenai pemilahan dan pengelolaan sampah di sumber yang sebelumnya sudah ada Perda No. 3 tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah dan produk produk hukum lainnya.
Tahun 2018 dimulainya RW Percontohan pemilahan sampah yang menjadi cikal bakal SAMTAMA sampah tanggung jawab bersama di 22 lokasi RW di DKI Jakarta dengan kolaborasi masyarakat bersama SKPD dan UKPD terkait sehingga terjalin kerjasama yang baik dalam penanganan pemilahan dan pengelolaan sampah.
14 Agustus 2019 dicanangkan secara resmi di Balaikota sebagai tonggak awal lalu dilanjutkan dalam HPSN 21 Februari 2020 oleh Gubernur DKI Jakarta pada waktu itu beberapa hari sebelum pandemi Covid-19.
Gelombang pandemi tidak menurunkan semangat pejuang pejuang kepedulian lingkungan dalam menangani permasalahan sampah hingga Pergub No. 77 Tahun 2020 berlaku di 13 Agustus 2020 hampir bersamaan ditetapkan RW di Kecamatan Kecamatan Percontohan pemilahan dan pengelolaan sampah diantaranya Cempaka Putih, Pulogadung, Tanjung Priok, Cilandak dan Cengkareng.
Berlanjut dalam Gerakan Jakarta Sadar Sampah yang dicanangkan tanggal 1 Juni 2021 dengan Pengangkutan Sampah Terjadwal berupa Sampah Organik, an organik, B3 dan Residu, namun kami mencoba memulai di tanggal 1 Februari 2021 dengan Pengangkutan Sampah terpilah Organik terjadwal dengan pengelolaan lanjutan menggunakan Biokonversi Maggot skala kecil di TPS 3R Rawasari yang sebelumnya masyarakat melaksanakan pemilahan dan pengelolaan sampah organik menggunakan metode komposter dengan melibatkan seluruh RT di RW tersebut berjalan dengan masif dengan mengelola 50 - 70 kg sampah organik setiap harinya namun kendala tidak adanya lokasi pengeringan kompos dilokasi warga dengan kekuatan 88 unit komposter menjadikan TPS 3R Rawasari dijadikan lokasi pengeringan yang sebelumnya dikelola pihak lain sampai berganti dengan Biokonversi Maggot sebagai solusi pengelolaan sampah organik terpilah di masyarakat yang berdampak meningkatnya peran serta masyarakat menjadi 8 RW berperan aktif melaksanakan pemilahan sampah organik dengan harapan sampai 30 RW dapat terlaksana.
_Dengan kebijakan terkini kegiatan tersebut menjadi sirna karena dengan alasan lokasi akan digunakan metode pengelolaan dengan teknologi pengelolaan sampah yang baru, dan pada prinsipnya teknologi apapun untuk pengelolaan sampah itu disambut baik tidak kami tentang karena pemerintah pastinya selalu ingin menangani permasalahan sampah sampai kapan pun tetapi dalam hal ini janganlah kegiatan yang sudah berjalannya sistem pemilahan dan pengelolaan sampah organik dengan melibatkan peran serta masyarakat dikorbankan dan lagi lagi masyarakat seolah hanya sebagai objek saja dengan tidak adanya sosialisasi dan diskusi dalam mendapatkan solusi terbaik tentunya._
Metode Biokonversi Maggot TPS 3R Rawasari hadir pada masa pandemi dengan tidak adanya anggaran saat itu, salah satu NGO luar negeri yang sudah bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam penanganan isu lingkungan selama ini mendapat sambutan baik dari Provinsi dan Kota memberikan sarana pengelolaan sampah organik BSF yang sesungguhnya dapat melaksanakan amanah KTT Bumi dengan penerapan pada penekanan GRK (Gas Rumah Kaca) melalui metode BSF selain mengelola sampah organik hasil pilah sampah warga masyarakat di TPS 3R Rawasari tidak sampai ke TPST Bantar Gebang dengan kapasitas maksimal hingga 1 ton per hari.
Kegiatan ini merupakan *Partisipasi antar 2 negara dimana sudah menjadi contoh baik setingkat ASEAN dan sering mendapatkan kunjungan belajar/penelitian/studi banding baik dari dalam maupun luar negeri*
_Rasanya sebagai bangsa Indonesia kita malu terhadap hal ini yang dengan mudahnya tanpa pemberitahuan diawal kepada NGO tersebut kegiatan ini dihentikan..._
Akankah masyarakat berkuang kembali dalam melaksanakan pemilahan dan pengelolaan sampah organik seperti sebelumnya ?
Akankah masyarakat akan apatis terhadap kebijakan pemerintah dalam hal penanganan sampah ?
Akankah hal pribadi sebagai pemangku kepentingan menjadi alasan sehingga dibawa kepermasalahan ini ?
Padahal kegiatan ini sudah ada sejak sebelumnya.
Akankah kegiatan dengan metode yang sudah berlangsung tersebut pantas dijadikan bahan candaan ?
Jawabannya : _*Wallahualam Bissawab*_
Adian Sudiana
ProKlim Lestari RW 03 Cempaka Putih Timur Jakarta Pusat