DI TENGAH BADAI REGULASI BANSOS
Oleh:
Rudy Kurniawan
Penggiat Sosial Yang Turut Peduli Lingkungan
Mengamati isu yang marak tentang keluh kesah warga untuk bertahan hidup dalam beberapa waktu ini, disini saya coba sedikit menceritakan tentang kondisi warga masyarakat pada saat ini. Sungguh ironis memang sebab masyarakat yang semestinya mendapatkan hak jaminan pendidikan yang layak dari pemerintah, justru saat ini menjadi dilema, terlebih di tengah ekonomi yang tidak menentu ini dimana harga kebutuhan pokok melambung tinggi dan pendapatan menjadi sangat sulit di cari, entah siapa yang harus dipersalahkan sebab menurut saya, tidak mungkin seseorang akan bersedia untuk dijadikan tempat persalahan yang mengakibatkan kesulitan warga negara untuk bertahan hidup dan melanjutkan cita-cita bangsa.
Akibat dari kurang tepat sasaran atau realisasi dalam regulasi kebijakan, keharmonisan dalam rukun tetangga hingga rukun warga bukan tidak mungkin akan menjadi renggang bahkan ada peningkatan terhadap sensitifitas individu dalam kegiatan kehidupan sehari-hari. Kondisi ini sehingga banyak menimbulkan tindakan kriminalitas yang tumbuh berkembang akibat kebutuhan yang mendesak. Tentu hal ini akan sangat berdampak negative pada pola hidup generasi penerus bangsa, karena bagi warga masyarakat yang tidak mampu akan merasa terdesak oleh kebutuhan kehidupan sehari-harinya, baik dari segi kebutuhan hidup hingga kebutuhan kegiatan lainnya dalam kehidupan sehari-hari, hingga pendidikan yang layak bagi anak-anaknya.
Pemerintah hadir untuk warganya dengan program-program bantuan sosial kesejahteraan slogannya, dari bentuk bantuan sosial terkait kebutuhan hidup warganya, kesehatan hingga kebutuhan sosial terkait dunia kependidikan. Saya sedikit heran mengapa bantuan sosial yang dilakukan pemerintah itu menjadi terkotak-kotak dan melalui mekanisme yang kurang relevan bahkan menurut saya hal tersebut menjadi tidak elok sebab yang terjadi di lapangan adalah masih banyak rupanya warga yang sebenarnya masuk dalam katagori tidak mampu namun tidak tersentuh sedikitpun oleh program bantuan sosial tersebut, lagi-lagi disini menimbulkan pertanyaan dalam hati, entah siapa yang harus dipersalahkan.
Saya lanjutkan terkait isu-isu permasalahan yang sedang marak terjadi dan berdampak bagi warga masyarakatnya terhadap dunia kependidikan. Ada beberapa program bantuan sosial antara lain Kartu Jakarta Pintar, Bantuan Pendidikan MS, Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul dan Kartu Indonesi Pintar/Program Indonesia Pintar, bahkan bagi sekolah negeri terkait iuran dan uang pangkal sekolah sudah digratiskan karena sudah direalisasikan biaya kebutuhan sekolah tersebut melalui penyaluran dan BOS dan BOP (Biaya Operasional Sekolah dan Biaya Operasional Pendidikan), dan pada sekolah swasta pun nilai bantuannya terbentuk menjadi dua bagian, yaitu biaya untuk SPP dan biaya untuk kebutuhan individu siswanya, hingga dibebaskannya siswa dari biaya uang pakal masuk sekolah. Saya sangat mengapresisi hadirnya Pemerintah dengan realisasi bantuan sosial pada dunia kependidikan yang beragam namanya, namun lagi-lagi hak bagi warga masyarakat yang layak untuk menerima bantuan sosial tersebut tersandera.
Rupaya kebijakan tersebut belum maksimal dalam membuat regulasi penyerapannya sehingga menjadikan permasalahan yang melebar, sebab fakta di lapangan banyak warga yang mengeluhkan akibat terbentur dengan kebijakan-kebijakan diberbagai lini pada dunia pendidikan seperti halnya, siswa yang bersatus tidak mampu namun tidak mendapatkan bantuan KJP maupun KIP/PIP pada sekolah harus bersusah payah mencari sumber penghasilan untuk memfasilitasi anaknya dalam mengikuti aturan-aturan sekolah, seperti kerapihan, seragam yang layak dan rapih, sepatu, buku tulis, dan pada sekolah swasta dapat berdampak hingga penunggakan biaya sekolah yang mengakibatkan penahanan ijazah yang mengakibatkan bertambahnya kesulitan warga dalam melakukan proses kebutuhannya terhadap ijazah tersebut, ketidakmampuan warga juga di dasari akibat sulitnya saat ini mencari sumber rejeki dan serba mahalnya kebutuhan pokok.
Regulasi untuk mengurus kepesertaan KJP, BPMS, KJMU itu banyak dikeluhkan oleh warga masyarakat, karena selain harus mengurus pemadanan data di dukcapil, juga harus melakukan daftar DTKS, serta mengurus pemberkasan yang perlu memakan biaya yang akan dihimpun oleh sekolah untuk dimasukan dalam data melalui website jalur sekolah, bahkan untuk melakukan pendaftaran DTKS itu sendiri memiliki waktu tertentu yang informasinya tidak diketahui oleh masyarakat sehingga mengakibatkan hilangnya bantuan KJP/KJMU, BPMS itu akibat belum terdaftar pada usulan di DTKS.
Bahkan saat ini ada kebijakan Pemprov DKI Jakarta terkait isu keterbatasan anggaran yang berakibat pengurangan kuota penerima bantuan tersebut, namun pengurangan tersebut ternyata berdampak besar bagi masyarakat sehingga pada kegiatan PPDB tahun 2024 dimana warga berharap bisa mendaftarkan anaknya pada sekolah negeri untuk menghindari biaya-biaya pada program sekolah swasta, justru harapan itu menjadi pupus sebab impian dapat mendaftarkan anaknya pada kuota jalur KJP, warga tersebut di momen ini sudah tidak berstatus lagi sebagai penerima KJP.
Oleh karena itu saya menyatakan ironis memang, ketika di saat warga masyarakat dihadapkan pada sulitnya dalam mencari sumber rejeki ditengah melambungnya semua harga pangan pokok, bahkan bantuan sosial pun tidak tersentuh, dan sekali lagi jadi sebuah pertanyaan untuk diri saya sendiri, siapa yang harus dipersalahkan ???